Ajaran
orang tua zaman dulu, bahwa alat vital seorang perempuan itu adalah sakral.
Tidak sembarangan lelaki bisa menjamahnya. Bahkan untuk menjaganya kaum wanita
wajib menutup rapat dengan kebaya dan kain jarik.
Namun
kearifan itu kini mulai ditampikkan. Banyak perempuan, hanya karena uang, demi
kekayaan kesakralan itu diumbar.
Perempuan tidak lagi malu mengakui jika alat vitalnya disentuh secara
serampangan oleh pria-pria nakal. Gantinya
ia mendapatkan seonggok uang atau kelimpahan materi. Hal tersebut tidak
lagi menjadi gosip, atau pembicaraan ruang tidur, namun diungkap pada ruang
publik melalui televisi.
Seorang
perempuan berparas cantik mengumbar
hubungannya dengan seorang pejabat secara terang-terangan. Ia tahu sang pria
telah memiliki keluarga. Namun ia mengisahkannya tanpa canggung. Tangisannya
terlihat tulus. Ia terisak. Melunakkan nada suara, seolah ia seorang tanpa
dosa.
Kadang
saya berpikir, apakah Tuhan tertawa atau sedih melihat kelakuan banyak
perempuan . Ketika seksualitas yang ia anugrahkan kepada umatnya sebagai wahana
berproduksi dan media ekspresi cinta kasih diumbah menjadi aktivitas sempalan.
Lalu
suatu ketika seorang wanita yang jelas-jelas menjalankan hal-hal yang tidak
bermoral saya tanyakan, “apakah ia tidak takut jika Tuhan murka atas
kelakukannya?”. Ia hanya menjawab, “ Saya hidup perlu uang bukan Tuhan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar