Saya
pernah menyaksikan seorang anak yang dijagai baby sister di tempat bermain. Lalu karena sesuatu hal, kaki si
anak menyentuh punggung anak yang lain ketika dengan bermain selonjoran. Si baby sister dengan sigap menarik si
anak, lalu memukul kakinya. Si anak meronta. Mbak yang menampilkan senyuman
ketika menatap ke arah saya, seolah apa yang ia lakukan bukan hal yang serius,
lalu menarik si anak. Lalu mengikatnya di tempat kereta dorongnya. Lalu
memukulnya. Si anak menangis dan meronta. Mbaknya yang dengan wajah yang jauh
dari bengis kembali memukul tangannya lalu mencubit jemarinya.
Saya
kaget. Bagaimana seorang baby sister begitu berhaknya memukuli seorang anak
kecil untuk kesalahan yang sepele. Saat saya ingin menghampiri untuk memberikan
teguran, si baby sister berlalu dan mendatangi seorang wanita yang ternyata asik
melihat-lihat barang-barang di sebuah butik tidak jauh dari tempat bermain.
Saya perhatikan. Lalu si wanita itu mencolek pipi putri kecilnya yang masih dalam keadaan terikat. Lalu bertanya kepada
sang baby sister. Saya menduga jika wanita itu adalah ibunya.
Saya
tidak melihat sekali itu saja, namun berulang kali. Seorang anak yang sepanjang
hari dijagai oleh seorang baby sister.
Bahkan seorang ibu hanya dalam hitungan detik mengendong anaknya yang baru
diangkat dari kereta dorongnya, begitu menangis ia segera berteriak, “Mbak,
tolong diamkan si upik”.
Ini
adalah bentuk candu masa kini. Dimana seorang perempuan larut pada
kesenangannya sendiri, dan melupakan apa yang menjadi kodratnya. Layaknya
seorang pemadat yang begitu terikat dengan narkoba untuk lari dari realitasnya.
Menikmati pajangan bikini, membiarkan rambut tetap bergelombang, menghilangkan
komedo menjadi lebih penting daripada memastikan terpenuhinya kebutuhan anak,
tidak hanya secara fisik namun juga emosional.
Setiap
anak membutuhkan waktu yang berkualitas dari orang tuanya. Ia ingin merasakan
cinta yang harus dibuktikan dari pertemuan yang bermakna. Tidak sekedar basa
basi. Ciuman gemas sesaat. Gendongan hitungan detik.
Menurut
saya perempuan telah mengalami sakit secara sosial ketika ia menjadikan saat
bersama dengan anak sebagai hal sekunder, beban, sesuatu yang tidak menyenangkan. Sekaligus penyebab sakitnya
masyarakat kita saat ini. Anak kehilangan cinta kasih, identitas, egois, bahkan
siap mengarahkan belatinya untuk menghabisi orang lain adalah cerminan ibu yang
sakit.
Semoga
Anda tidak termasuk Ibu yang tengah terjangkiti sakit yang kronis yang kelak
berkontribusi terhadap sakitnya masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar