Perempuan Kini Sedang Sakit



 http://stilettosandtequila.files.wordpress.com/2013/06/women-shopping.jpg
Saya pernah menyaksikan seorang anak yang dijagai baby sister di tempat bermain. Lalu karena sesuatu hal, kaki si anak menyentuh punggung anak yang lain ketika dengan bermain selonjoran. Si baby sister dengan sigap menarik si anak, lalu memukul kakinya. Si anak meronta. Mbak yang menampilkan senyuman ketika menatap ke arah saya, seolah apa yang ia lakukan bukan hal yang serius, lalu menarik si anak. Lalu mengikatnya di tempat kereta dorongnya. Lalu memukulnya. Si anak menangis dan meronta. Mbaknya yang dengan wajah yang jauh dari bengis kembali memukul tangannya lalu mencubit jemarinya.
Saya kaget. Bagaimana seorang baby sister begitu berhaknya memukuli seorang anak kecil untuk kesalahan yang sepele. Saat saya ingin menghampiri untuk memberikan teguran, si baby sister berlalu dan mendatangi seorang wanita yang ternyata asik melihat-lihat barang-barang di sebuah butik tidak jauh dari tempat bermain. Saya perhatikan. Lalu si wanita itu mencolek pipi putri kecilnya yang masih dalam keadaan terikat. Lalu bertanya kepada sang baby sister. Saya menduga jika wanita itu adalah ibunya.
Saya tidak melihat sekali itu saja, namun berulang kali. Seorang anak yang sepanjang hari dijagai oleh seorang baby sister. Bahkan seorang ibu hanya dalam hitungan detik mengendong anaknya yang baru diangkat dari kereta dorongnya, begitu menangis ia segera berteriak, “Mbak, tolong diamkan si upik”.
Ini adalah bentuk candu masa kini. Dimana seorang perempuan larut pada kesenangannya sendiri, dan melupakan apa yang menjadi kodratnya. Layaknya seorang pemadat yang begitu terikat dengan narkoba untuk lari dari realitasnya. Menikmati pajangan bikini, membiarkan rambut tetap bergelombang, menghilangkan komedo menjadi lebih penting daripada memastikan terpenuhinya kebutuhan anak, tidak hanya secara fisik namun juga emosional.
Setiap anak membutuhkan waktu yang berkualitas dari orang tuanya. Ia ingin merasakan cinta yang harus dibuktikan dari pertemuan yang bermakna. Tidak sekedar basa basi. Ciuman gemas sesaat. Gendongan hitungan detik.
Menurut saya perempuan telah mengalami sakit secara sosial ketika ia menjadikan saat bersama dengan anak sebagai hal sekunder, beban, sesuatu yang tidak menyenangkan. Sekaligus penyebab sakitnya masyarakat kita saat ini. Anak kehilangan cinta kasih, identitas, egois, bahkan siap mengarahkan belatinya untuk menghabisi orang lain adalah cerminan ibu yang sakit.
Semoga Anda tidak termasuk Ibu yang tengah terjangkiti sakit yang kronis yang kelak berkontribusi terhadap sakitnya masyarakat.

Perempuan Tidak Boleh Berkarya?



 http://www.maryaeni.com/wp-content/uploads/2012/04/wanita-jawa-batik.jpg 
Siapa bilang perempuan tidak boleh bekarya? Tuhan  juga tidak melarang? Namun berkaryalah sesuai dengan kaidahnya sebagai perempuan yang berkodrat dan bermartabat.
Tidak perlu melepaskan harga diri karena lelaki itu kodratnya bertanggung jawab memberikan nafkah lahir batin untuk anak dan istrinya. Perempuan hanya membantu terciptanya suasana harmonis. Bukan sebagai pokok mencari nafkah utama.
Berikanlah kesempatan bagi pria untuk menjadi pria sejati. Selama berabad-abad seorang pria bekerja keras, menerjang bahaya bahkan mempertaruhkan nyawanya untuk menyediakan makanan untuk keluarganya. Sedangkan seorang perempuan dengan sisi kejiwaannya yang lembut dan penuh emosional mempersiapkan anak-anaknya untuk tumbuh berkembang secara ideal untuk kelak melanjutkan peran dalam masyarakat.
Jadi kedua peran itu sama pentingnya. Mencari nafkah dan mempersiapkan generasi sebelumnya. Pria dengan otot kuatnya dan logikanya yang kadang “membuatnya bersikap kurang beradab” dibutuhkan menghadapi persaingan yang berat. Sedangkan wanita dari sisi cinta kasih dan kelembutannya menciptakan suasana tinggal yang nyaman untuk siapapun, baik anak-anak maupun suaminya.  
Prinsip peran dalam rumah tangga adalah saling mengisi yang terjadi saat ini banyak super woman, wonder woman yang merebut tugas dan tanggung jawab kaum lelaki.